Saat ini kita hidup di jaman yang serba cepat dan instan. Dengan hadirnya makanan cepat saji, makanan dan minuman dalam kemasan, alat informasi dan teknologi yang serba maju, maka orang tidak perlu repot-repot untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan terkadang segala sesuatunya sudah tersedia sehingga tak perlu berpeluh banyak untuk mendapatkannya.
       Dewasa ini tak sedikit pula orang tua/orang dewasa yang menerapkan pola asuh pada anak-anaknya dengan menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan si anak, tanpa ada perjuangan yang berarti dari anak sebelumnya. Yang menjadi pemandangan sekarang adalah, si anak tinggal meminta ini itu, menyuruh ini itu dan segalanya tersedia tanpa ada usaha sendiri dari si anak.
       Pengajaran nilai hidup mengenai hakikat “hidup adalah sebuah perjuangan” akan menjadi hal yang langka dan mahal harganya jika kita sebagai orang tua/pendidik terus menerus memberikan toleransi yang berlebihan pada proses “perjuangan” anak-anak kita. Dalih “rasa kasihan” yang paling sering kita gunakan untuk memperbolehkan atau memberi kemudahan kepada anak-anak kita, untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa ada perjuangan yang pantas sebelumnya.
       Inilah yang kemudian akan menjadi batu sandungan bagi mereka ketika mulai beranjak dewasa. Apalagi ketika si anak dituntut untuk belajar mandiri dan bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Seperti yang kita alami, tak jarang apa yang kita alami diluar keinginan kita, bahkan apa yang kita rencanakan meleset jauh dari perkiraan. Bisa dibayangkan bagaimana masa depan generasi muda kita 20 tahun mendatang.
       Hal inilah yang perlu disadari oleh kita semua sebagai orang dewasa, terutama kita sebagai orang tua atau pendidik generasi muda. Bagaimana kita memperlakukan mereka dan apa yang kita ajarkan kepada mereka, akan sangat berpengaruh terhadap masa depan mereka.
        Jika kita cermati pula, kemudahan-kemudahan yang generasi muda kita terima tersebut akan berdampak pada kecenderungan mereka mendapatkan segala sesuatu yang diinginkannya dengan cepat dan instan pula. Maka jangan heran jika kita melihat generasi muda menjadi generasi yang tidak kuat mental dan rentan akan namanya sebuah kegagalan. Sedikit kesulitan dia akan langsung mengeluh dan berbelok arah. Sekali merasakan yang namanya kegagalan, dia akan merasa dunianya berakhir dan impiannya hancur.
Kesusahan Sehari, Cukuplah Untuk Sehari Saja. Mungkin Anda sekalian pernah mendengar atau bahkan sangat familiar dengan kalimat di atas. Kalimat di atas terhitung sangat simple dan mudah sekali untuk dipahami. Yah…kalimat di atas mengingatkan bahwa kita tidak boleh terlalu lama terjebak dalam kesedihan, kegagalan, kecemasan, atau hal-hal yang membuat kita kecewa akan usaha yang kita lakukan atau sebuah peristiwa yang telah menimpa kita.
       Banyak kalimat-kalimat motivasi lainnya yang mungkin pernah kita baca sebelumnya yang juga menekankan nilai yang sama. Bahkan rangkaian kata-kata secara apik mampu di gubah sedemikian rupa menjadi sebuah karya seni yang indah melalui tangan-tangan musisi muda kita berkaitan dengan tema tersebut. Katakanlah band ternama D’Massive dengan singlenya “Jangan Menyerah”, atau Bondan Prakoso dengan lagu andalannya “Ya Sudahlah” tak ingin kalah rasanya untuk menanamkan nilai hidup yang luhur dalam diri kita.
       Maka dari itu akan menjadi hal yang sangat mutlak di berikan kepada anak-anak kita pengertian bahwa keberhasilan adalah sebuah proses panjang dari sebuah perjuangan. Keberhasilan bukan merupakan hal yang mudah di beli hanya dengan uang, perlu banyak pengorbanan malahan, korban waktu, tenaga, dan pikiran. Dan yang tak kalah utamanya adalah tidak ada keberhasilan yang bisa di raih secara instan. Bahkan orang bijak pun berkata apabila kita ingin menjadikan keberhasilan sebagai rekan kita, maka kita pun sebelumnya harus berteman dengan yang namanya perjuangan dan kegagalan.
       Nilai-nilai hidup inilah yang saat ini masih perlu ditularkan pada para generasi muda kita. Apa jadinya jika generasi kita mulai dari awal perkembangannya tidak kita ajarkan nilai dari sebuah perjuangan. Dan sekarang maukah diantara kita ada yang menyediakan dirinya dengan rela menjadi salah satu pencetak generasi yang miskin akan nilai sebuah perjuangan? Semuanya kembali kepada kita masing-masing.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Top